Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hj. Siti Maryam (83) “Peraih Gelar Doktor Tertua”

MOKI, SELASA, 23 November 2010, Gedung Graha Sanusi Hardjadinata, Kampus Universitas Padjadjaran, bergemuruh oleh tepuk tangan panjang seisi gedung, termasuk para guru besar Unpad. Saat itu sedang berlangsung prosesi Wisuda Unpad lulusan Gelombang I Tahun Akademik 2010/2011 untuk sesi I. Standing applaus diberikan secara khusus kepada salah seorang winisudanya. Suara bergemuruh mengiringi langkah pelan Hj. Siti Maryam Salahuddin menaiki tangga menuju panggung wisuda. Sang Rektor, Prof. Dr. Ir. Ganjar Kurnia, DEA, telah siap memindahkan tali toga sekaligus menandakan nenek 83 tahun ini resmi menyandang gelar Doktor Bidang Filologi di Fakultas Sastra. Ucapan selamat sebagai winisuda doktor tertua dengan IPK 3,44 tak lupa disampaikan  secara khusus oleh Rektor, saat memberi sambutan.  

Data yang ada di website Rekor Muri saat ini, pemegang rekor “Peraih Gelar Doktor Tertua” antara lain B.R.A. Mooryati Soedibyo yang meraih gelar doktor dalam usia 79 tahun pada tahun 2007, dan Dr. Ahmad Wasim Darwis, S.H., Sp.N. (79) tahun 2005.
 
Selama Siti Maryam mengikuti perkuliahan sekitar tiga tahun di universitas ini, Unpad memberi perhatian yang lebih padanya. Begitu juga saat sidang promosi gelar doktornya, Humas Unpad melakukan liputan khusus untuk website resmi universitas ini selama siding  berangsung. 
 
Siti Maryam selama menjalani “kuliah senjanya” tiga tahun bolak-balik Mataram-Bandung. Sorot mata putri VII Sultan Bima Muhammad Salahuddin ini selalu berbinar manakala bicara tentang pendidikan. “Selama masih mampu, kapan pun dan di mana pun, saya akan terus mengejar ilmu. Ilmu pengetahuan itu tidak terbatas, saya sungguh sangat menikmatinya,” katanya 
kepada wartawan usai mengikuti upacara wisuda.

Meski ia lahir dan hidup dalam lingkungan yang membatasi kiprah perempuan, namun dalam pembatasan yang ketat tersebut, paling sedikit ia berhasil memperjuangkan pendidikannya sendiri. Di tengah situasi perang kemerdekaan dan kemudian terjadinya pergolakan politik yang tak menentu, sekolahnya sempat tertunda. Sambil menanti saat yang tepat bersekolah kembali, ia mendirikan organisasi Rukun Wanita Bima tahun 1948. 

Ia memasilitasi perempuan-perempuan Bima agar tak tertinggal, juga peduli pada kesehatan kaum perempuan dengan mendirikan biro konsultasi dan klinik bersalin di lingkungan istana. Akhirnya, keteguhan hatinya untuk menempuh pendidikan membuahkan hasil. Ia menjadi warga Nusa Tenggara Barat I yang menjadi sarjana, tahun 1960. Keberhasilannya lulus sebagai winisuda angkatan I Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini seakan menjadi titik tolak emansipasi perempuan NTB. 

Hj. Siti Maryam Salahuddin dikenal bukan semata-mata sebagai putri raja, tetapi lebih karena kualitasnya sebagai tokoh perempuan yang ”melesat” mendahului zamannya. Ia tak perlu berteriak-teriak soal kesetaraan, tetapi membuktikannya dengan kemampuan dan kerja kerasnya. ’Ina Ka’u Mari’ – gelar kebangsawanan yang disandangnya – ”mendobrak” kungkungan terhadap perempuan dengan memperjuangkan pendidikannya, bahkan hingga usia lanjutnya. 
 
Dalam karier birokrasinya, Siti Maryam merupakan kebanggaan NTB yang memperoleh penghargaan khusus dari Presiden Soeharto tahun 1974. Saat itu ia menjadi yang pertama dan satu-satunya perempuan Indonesia yang diserahi tugas sebagai asisten gubernur. 

Di tangannyalah, dokumen dan sejarah Kesultanan Bima terselamatkan. Ia mengabdikan seluruh hidupnya bagi dirinya, orang lain, kebudayaan dan sejarah yang hampir saja terpenggal. –nik.

Sumber : cybertokoh.com

Post a Comment for "Hj. Siti Maryam (83) “Peraih Gelar Doktor Tertua”"