Terlapor Didenda, Proyek Donggi-Senoro Harus Direalisasi
MOKI, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan korporasi Jepang, Mitsubishi Corporation terbukti melakukan persengkokolan dengan PT Pertamina (persero), PT Medco International Tbk, dan PT Medco E&P Sulawesi.
Perbuatan melawan hukum itu dilakukan agar Mitsubishi Corp menjadi pemenang dalam beauty contest proyek LNG (Liquid Natural Gas) Donggi-Senoro, Sulawesi Tengah.
Putusaan pelanggaran Pasal 22 dan 23 UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dibacakan majelis komisi di kantor KPPU, Jakarta, Rabu (5/1). Majelis dipimpin Nawir Messi dengan beranggotakan Tadjuddin Noersaid, Erwin Syahrial, Dedi S Martadisastra, dan Sukarni.
Terlapor empat (Mitsubishi), juga terbukti bersengkongkol dengan terlapor dua (Medco Int), dan terlapor tiga (Medco E&P). Kali ini, dilakukan untuk mendapat informasi rahasia dari peserta beauty contest lain, PT LNG Energi Utama yang juga pelapor, lalu dipakai terlapor satu melakukan penawaran.
Karena perbuatan tersebut, majelis menghukum terlapor satu (Pertamina) membayar denda Rp10 miliar. Sedangkan Medco Int dan Medco E&P masing-masing didenda Rp5 miliar dan Rp1 miliar. “Terlapor empat dihukum membayar denda Rp15 miliar,” tutur Nawir Messi.
Membuat lega pihak terlapor, adalah majelis tidak menyatakan bahwa beauty contest yang sarat persengkongkolan itu untuk diulang. Sehingga proyek LNG Donggi-Senoro dapat dilanjutkan.
“KPPU tidak batalkan proyek,” ungkap Lukman Mahfoedz, corporate project director Medco Int seusai sidang.
Mengenai perbuatan para terlapor yang melanggar Pasal 22 UU No.5/1999, majelis komisi menilai, beauty contest tak beda dengan tender. Sekalipun proses itu bukan untuk pengadaan barang dan jasa bagi kepentingan publik melainkan untuk memilih mitra kerja. “Karena proses ini dapat menciptakan kompetisi pasar, sehingga tunduk pada UU No.5 Tahun 1999,” terang Tadjuddin Noersaid.
Lalu, oleh anggota majelis Erwin Syahrial, Pertamina dan Medco Int berperilaku diskriminatif dengan memberi keistimewaan pada Mitsubishi Corp. Hal itu ditunjukkan dengan beberapa kali ketiganya melakukan pertemuan dan diskusi sejak 2005-2006.
Kemudian, majelis memperkuat penilaian adanya diskriminasi oleh Pertamina dan Medco kala mengundang para peserta beauty contest. Awalnya, ada tujuh peserta yang dikirimi surat undangan, namun tiga diantaranya terlambat dikirim sehingga mempengaruhi waktu persiapan mengikuti proses. “Sekalipun undangan pada Mitsubisihi juga terlambat, namun terlapor diuntungkan karena sudah mengetahui term of referrence (TOR) proses dari beberapa kali pertemuan,” ungkap Erwin.
Majelis menilai, TOR yang dibuat Pertamina dan Medco Int dibuat mengambang dengan tujuan agar Mitsubishi dimenangkan. Hal ini diperkuat dengan adanya perubahan TOR saat proses berlangsung.
Meskipun seluruh terlapor berpendapat bahwa perubahan TOR itu dijadikan bantahan bahwa tidak mereka tidak melakukan diskriminasi, namun majelis punya pendapat beda. Menurut majelis, perubahan itu malah mengherankan. Pasalnya, ada perbedaan antara tim penilai dengan Pertamina dan Medco Int yang mencari mitra dalam proses beauty contest tersebut.
Malah, dengan memasukkan faktor nonekonomi dalam perubahan TOR makin menguatkan, dokumen itu sengaja dibuat mengambang.
Mengenai pelanggaran Pasal 23 UU No.5/1999, majelis berpendapat hal itu dilakukan kala Mitsubishi melakukan pertemuan dengan Medco Int dan Medco E&P Sulawesi. Majelis meyakini, Mitsubishi mendapat proposal penawaran pelapor dalam perkara No.35/KPPU-I/2010.
Padahal, proposal pelapor adalah informasi rahasia. Informasi rahasia dalam perkara ini oleh majelis, dilandasi putusan majelis perkara lain, dikategorikan seperti yang diatur Pasal 2 UU No.30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang. Disebutkan, lingkup perlindungan rahasia dagang meliputi metode produksi, metode pengolahan, metode penjualan, atau informasi lain di bidang teknologi dan/atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi dan tidak diketahui oleh masyarakat umum.
Oleh sebab itu, pada Pasal 3 UU Rahasia Dagang disebutkan, informasi semacam itu dilindungi oleh UU. “Termasuk proposal pelapor untuk mengikuti beauty contest ini,” terang anggota majelis Erwin Syahrial.
Informasi tersebut, menurut majelis, diminta Mitsubishi pada Medco Int dan Medco E&P dalam beberapa kali pertemuan. Sehingga dijadikan landasan untuk memperbarui TOR guna menggugurkan peserta lain.
Atas putusan tersebut, menurut UU, pihak yang diberi hukuman dapat mengajukan banding ke Pengadilan Negeri jika merasa tak puas, maksimal 14 hari setelah putusan dibacakan. “Kemungkinan itu terbuka,” ungkap Lukman Mahfoedz.
Dia mengingatkan, pihaknya harus mengapalkan kiriman gas alam dari Donggi-Senoro pada triwulan keempat 2014. Sedangkan proyek ini belum juga masuk tahap konstruksi sejak ditawarkan 28 tahun lalu.
Investasi proyek ini mencapai AS$4 miliar, dan banyak manfaat bagi negara dan daerah. Dia mencontohkan, saat konstruksi, sekira 4.000 orang mendapat penghasilan lalu saat beroperasi ada 300-400 tenaga kerja terserap. Kontrak pengelolaan akan berakhir pada 2027.
Selain itu, imbuh Lukman, dengan asumsi harga minyak mentah saat ini sekira AS$80 per barel, maka penjualan gas alam dari sumur dengan cadangan 2 TCF ini bisa menyumbang negara AS$7,5 miliar.
Majelis juga menyarankan pemerintah agar menggunakan teknologi yang tepat untuk mengoptimalkan sumur migas dengan cadangan kecil. Agar, bermanfaat bagi negara karena investor lebih tertarik pada sumur dengan cadangan besar untuk diekspor.
“Sekaligus menetapkan kebijakan harga serta merealisasikan proyek Donggi-Senoro,” tutup Nawir.
Sumber : hukumonline.com
Post a Comment for "Terlapor Didenda, Proyek Donggi-Senoro Harus Direalisasi"